Tuesday, April 19, 2016

Tuesday, April 19, 2016
Raden Adjeng Kartini lahir pada 21 April, 1879, di Mayong, Indonesia. Pada tahun 1903, ia membuka sekolah dasar Indonesia pertama untuk anak perempuan pribumi yang tidak diskriminasi berdasarkan status sosial. Dia berhubungan dengan para pejabat kolonial Belanda untuk lebih lanjut penyebab emansipasi perempuan Jawa ini sampai kematiannya, pada 17 September 1904, di Kabupaten Rembang, Jawa. Pada tahun 1911, surat-suratnya diterbitkan.


Raden Adjeng Kartini lahir dari keluarga bangsawan pada tanggal 21 April 1879, di Desa Mayong, Jawa, Indonesia. Ibu Kartini, Ngasirah, adalah putri seorang ulama. Ayahnya, Sosroningrat, adalah seorang bangsawan Jawa yang bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda. Ini diberikan Kartini kesempatan untuk pergi ke sekolah Belanda, pada usia 6. Sekolah membuka matanya untuk cita-cita Barat. Selama ini, Kartini juga mengambil pelajaran menjahit dari istri lain bupati, Ny Marie Ovink-Soer. Ovink-Soer disampaikan pandangan feminis dia Kartini, dan karena itu berperan penting dalam menanam benih untuk aktivisme kemudian Kartini.

Ketika Kartini mencapai masa remaja, tradisi Jawa didikte bahwa dia meninggalkan sekolah Belanda dia untuk keberadaan terlindung dianggap tepat untuk seorang wanita bangsawan muda.
Berjuang untuk beradaptasi dengan isolasi, Kartini menulis surat kepada Ovink-Soer dan sekolahnya Belanda nya, memprotes ketidakadilan gender dari tradisi Jawa seperti kawin paksa di usia muda, yang menyangkal kebebasan untuk mengejar pendidikan perempuan.

Ironisnya, di keinginannya untuk melarikan diri isolasi nya, Kartini cepat untuk menerima proposal pernikahan yang diatur oleh ayahnya. Pada tanggal 8 November 1903, ia menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Joyodiningrat adalah 26 tahun lebih tua dari Kartini, dan sudah memiliki tiga istri dan 12 anak. Kartini baru-baru ini telah ditawarkan beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan pernikahan memupus harapan dia menerima itu. Menurut tradisi Jawa, pada 24 ia terlalu tua untuk berharap untuk menikah dengan baik.

Bermaksud menyebarkan pesan feminis nya, dengan persetujuan suami barunya, Kartini segera mengatur tentang perencanaan untuk memulai sekolahnya sendiri untuk anak perempuan Jawa. Dengan bantuan dari pemerintah Belanda, pada tahun 1903 ia membuka sekolah dasar Indonesia pertama untuk anak perempuan asli yang tidak membeda-bedakan atas dasar status sosial mereka. Sekolah itu didirikan di dalam rumah ayahnya, dan mengajarkan anak-anak perempuan progresif, kurikulum berbasis Barat. Untuk Kartini, pendidikan ideal untuk seorang wanita muda mendorong pemberdayaan dan pencerahan. Dia juga mempromosikan mengejar seumur hidup mereka pendidikan. Untuk itu, Kartini secara teratur berhubungan dengan feminis Stella Zeehandelaar serta sejumlah pejabat Belanda dengan kewenangan untuk lebih lanjut penyebab emansipasi perempuan Jawa ini dari hukum dan tradisi yang menindas. surat-suratnya juga menyatakan sentimen nasionalis Jawa-nya.


Pada tanggal 17 September 1904, pada usia 25, Kartini meninggal di Kabupaten Rembang, Jawa, komplikasi dari melahirkan anak pertamanya. Tujuh tahun setelah kematiannya, salah satu koresponden nya, Jacques H. Abendanon, diterbitkan koleksi surat-surat Kartini, yang berjudul "Dari Kegelapan ke Cahaya:. Pikiran Tentang dan Atas Nama Rakyat Jawa" Di Indonesia, Hari Kartini masih diperingati setiap tanggal 21 April.


PENGHARGAAN

  • ·      Tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan
  • ·  Setiap tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini
  • ·      Namanya dijadikan nama jalan di beberapa kota di Belanda. Seperti di Utrecht, Venlo, Amsterdam, Haarlem

BUKU
·        
  •      Habis Gelap Terbitlah Terang

Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai PustakaArmijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.
  • ·         Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht. Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.
  • ·         Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904

Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.
  • ·         Panggil Aku Kartini Saja

Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
  • ·         Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalamDoor Duisternis Tot Licht.
Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang vegetarian. Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir. Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.
  • ·   Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903

Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya, silahkan beri komentar dengan sopan