Raden Adjeng Kartini lahir dari keluarga bangsawan pada
tanggal 21 April 1879, di Desa Mayong, Jawa, Indonesia. Ibu Kartini, Ngasirah,
adalah putri seorang ulama. Ayahnya, Sosroningrat, adalah seorang bangsawan
Jawa yang bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda. Ini diberikan Kartini
kesempatan untuk pergi ke sekolah Belanda, pada usia 6. Sekolah membuka matanya
untuk cita-cita Barat. Selama ini, Kartini juga mengambil pelajaran menjahit
dari istri lain bupati, Ny Marie Ovink-Soer. Ovink-Soer disampaikan pandangan
feminis dia Kartini, dan karena itu berperan penting dalam menanam benih untuk
aktivisme kemudian Kartini.
Ketika Kartini mencapai masa remaja, tradisi Jawa didikte
bahwa dia meninggalkan sekolah Belanda dia untuk keberadaan terlindung dianggap
tepat untuk seorang wanita bangsawan muda.
Berjuang untuk beradaptasi dengan isolasi, Kartini menulis
surat kepada Ovink-Soer dan sekolahnya Belanda nya, memprotes ketidakadilan
gender dari tradisi Jawa seperti kawin paksa di usia muda, yang menyangkal
kebebasan untuk mengejar pendidikan perempuan.
Ironisnya, di keinginannya untuk melarikan diri isolasi nya,
Kartini cepat untuk menerima proposal pernikahan yang diatur oleh ayahnya. Pada
tanggal 8 November 1903, ia menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati
Joyodiningrat. Joyodiningrat adalah 26 tahun lebih tua dari Kartini, dan sudah
memiliki tiga istri dan 12 anak. Kartini baru-baru ini telah ditawarkan
beasiswa untuk belajar di luar negeri, dan pernikahan memupus harapan dia
menerima itu. Menurut tradisi Jawa, pada 24 ia terlalu tua untuk berharap untuk
menikah dengan baik.
Bermaksud menyebarkan pesan feminis nya, dengan persetujuan
suami barunya, Kartini segera mengatur tentang perencanaan untuk memulai
sekolahnya sendiri untuk anak perempuan Jawa. Dengan bantuan dari pemerintah
Belanda, pada tahun 1903 ia membuka sekolah dasar Indonesia pertama untuk anak
perempuan asli yang tidak membeda-bedakan atas dasar status sosial mereka.
Sekolah itu didirikan di dalam rumah ayahnya, dan mengajarkan anak-anak
perempuan progresif, kurikulum berbasis Barat. Untuk Kartini, pendidikan ideal
untuk seorang wanita muda mendorong pemberdayaan dan pencerahan. Dia juga
mempromosikan mengejar seumur hidup mereka pendidikan. Untuk itu, Kartini
secara teratur berhubungan dengan feminis Stella Zeehandelaar serta sejumlah
pejabat Belanda dengan kewenangan untuk lebih lanjut penyebab emansipasi
perempuan Jawa ini dari hukum dan tradisi yang menindas. surat-suratnya juga
menyatakan sentimen nasionalis Jawa-nya.
Pada tanggal 17 September 1904, pada usia 25, Kartini
meninggal di Kabupaten Rembang, Jawa, komplikasi dari melahirkan anak
pertamanya. Tujuh tahun setelah kematiannya, salah satu koresponden nya,
Jacques H. Abendanon, diterbitkan koleksi surat-surat Kartini, yang berjudul
"Dari Kegelapan ke Cahaya:. Pikiran Tentang dan Atas Nama Rakyat
Jawa" Di Indonesia, Hari Kartini masih diperingati setiap tanggal 21 April.
PENGHARGAAN
- · Tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan
- · Setiap tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini
- · Namanya dijadikan nama jalan di beberapa kota di Belanda. Seperti di Utrecht, Venlo, Amsterdam, Haarlem
BUKU
·
- Habis Gelap Terbitlah Terang
Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door
Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan
judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini
diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane,
salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru,
tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis
Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan
kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door
Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak
sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda.
Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan
buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima
bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan
atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku
versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya
terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door
Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan
lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut
Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan
perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut
ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.
- · Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada
mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia
melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen
pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat
Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa
Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada1979, sebuah buku berisi
terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun
terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit
dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.
Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah:
"Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa".
Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini
adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan
lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht.
Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan
Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini,
Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.
- · Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini
adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904.
Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang
ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Coté juga
menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil
temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat
yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi
Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada
dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
Buku Letters from Kartini, An Indonesian
Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa
Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46
surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.
- · Panggil Aku Kartini Saja
Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih
memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku
Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil
Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari
berbagai sumber oleh Pramoedya.
- · Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi
gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny
RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk
dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalamDoor
Duisternis Tot Licht.
Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang
sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada
masanya. Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa
Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan
daging, bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan
bahwa Kartini adalah seorang vegetarian. Dalam
kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir.
Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal
lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.
- · Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903
Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar
periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya
memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr
Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan
Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.
"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal
ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan
bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya,
agama, bahkan korupsi.
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya, silahkan beri komentar dengan sopan